Berdasar peraturan Ciptaker terbaru di pasal 4A, setiap produk halal wajib memiliki sertifikasi halal. Walaupun kini gratis untuk mendapatkan sertifikasi halal bagi UMKM, namun prosedur sertifikasi halal masih terasa rumit bagi sebagian pelaku usaha.

Dalam kesempatan kali ini, kami akan membahas bagaimana proses sertifikasi halal dapat lebih mudah dilakukan oleh para pelaku UMKM, bukan self-declare, akan tetapi self-halal certificate. Bagaimana caranya? simak selengkapnya.

Manfaatkan Teknologi Digital Untuk Prosedur Sertifikasi Halal

Ya, sudah saatnya badan halal nasional seperti LPPOM MUI menggunakan teknologi digital dalam proses sertifikasi halal. Secara umum, mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Transformasi digital dalam hal ini sangat diperlukan, karena banyak orang yang membutuhkan sertifikasi halal.

Perlu kami jelaskan bahwa transformasi digital berbeda dengan digitalisasi, yang mana akan melibatkan proses secara menyeluruh untuk mencapai sebuah hasil.

Apa yang menjadi penting dalam proses sertifikasi halal ini adalah pelacakan mulai dari penghasil bahan, produsen, dan tempat penyimpanan.

Kita dapat melihat sebuah rancangan proses sertifikasi halal yang melibatkan teknologi blockchain, seperti di bawah ini:

Proses Sertifikasi Halal Menggunakan Blockchain

Seperti terlihat pada grafis di atas, kehalalan dari suatu bahan makanan dapat kita lacak secara lengkap. Dengan demikian, hal ini seharusnya dapat kita terapkan di berbagai sumber bahan lainnya. Hal ini dapat meringkas langkah dalam prosedur sertifikasi halal.

Apa yang dibutuhkan untuk verifikasi halal tersebut adalah:

  1. Pemotong hewan yang memiliki sertifikasi halal.
  2. Tempat penyimpanan dan pengangkutan yang memiliki sertifikasi halal.
  3. Akses online untuk melacak setiap daging yang siap edar, dan ini harus ada QR code untuk memudahkan para konsumen memastikan produk tersebut benar halal atau tidak.

Demikian untuk peternak unggas, ikan, dan bahan halal lainnya. Selanjutnya, proses awal ini akan memudahkan rantai penggunaan bahan halal tersebut, seperti untuk restoran, produsen kuliner, dan sebagainya.

Lantas, bagaimana proses sertifikasi halal untuk rantai penggunaan bahan halal tersebut?

Contoh Proses Sertifikasi Halal Untuk Produk atau Usaha Kuliner

Misal, seperti produsen keripik singkong. Ini seharusnya tidak memerlukan proses sertifikasi halal yang rumit dan memakan waktu. Secara dasar, singkong merupakan produk halal, masalahnya cara atau proses produksinya halal atau tidak, penyimpanannya dapat terkontaminasi produk non-halal atau tidak, dan seterusnya.

Proses Sertifikasi Halal untuk UMKM

Sumber bahan lainnya seperti daging hewan, minyak, dan sebagainya, memang perlu sertifikasi halal. Namun, ketika UMKM kuliner tersebut menggunakan bahan-bahan yang sudah tersertifikasi halal, maka dewan fatwa halal dapat langsung verifikasi cara atau proses produksi dan penyimpanan, untuk memastikan tidak ada kontaminasi zat non-halal.

Seseorang pelaku UMKM kuliner seharusnya dapat mengisi sebuah formulir yang memberikan informasi bahan apa saja yang mereka gunakan, proses produksi, dan cara penyimpanan hingga pengepakan. Apa yang menjadi sulit dari hal ini? memang bisa saja cara tersebut disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, akan tetapi pasal hukumnya kan juga ada.

Oleh karena itu, badan halal di Indonesia serta pemerintah juga harus memeriksa produk yang dinyatakan halal dengan cara tersebut di laboratorium mereka. Jika ketahuan, maka jeratan hukum seperti pasal penipuan dapat dikenakan pada para oknum tersebut.

Memerlukan Sebuah Sistem Halal Skala Global

Indonesia memang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di seluruh dunia. Tapi ingat, di dunia bukan hanya Indonesia saja yang membutuhkan informasi halal, banyak negara lain dan bahkan negara non-muslim seperti Jepang juga sudah memperhatikan produk halal. Pasalnya, produk halal di negara maju lebih dipandang sebagai produk yang lebih sehat dan berkualitas.

Ini artinya, sebuah sistem halal dengan skala global sangat dibutuhkan. Masalahnya, ego dan kepentingan antar sesama ulama dan umat muslim ini yang harus dapat dicairkan. Atau, perlunya sebuah kelompok mandiri yang membuat sistem halal berbasis blockchain yang kemudian mereka serahkan ke seluruh badan halal di dunia.

Upaya besar, pendanaan, dan konsistensi sangat kita butuhkan untuk dapat membentuk sebuah sistem halal berskala global. Tujuannya, agar umat manusia saat ini dan generasi seterusnya dapat lebih terjamin kehalalannya mengenai apa yang masuk ke perut mereka.

Baca juga mengenai: Konsultasi Keuangan Gratis untuk UMKM dari FAS Jogja Consulting

Kesimpulan

Masalah sertifikasi halal ini sudah cukup lama. Tidak cukup hanya dengan peraturan pemerintah yang menggratiskan bagi UMKM saja, akan tetapi dunia ini memerlukan sebuah sistem sertifikasi halal yang lebih efisien dan transparan.

Jadi, kita tidak dapat hanya terpaku pada biaya saja pada masalah prosedur sertifikasi halal. Efisiensi, kecepatan, dan transparansi informasi merupakan hal yang lebih layak untuk kita kritisi dan pecahkan masalahnya.

Oleh karena itu, kami mengimbau kepada seluruh badan halal di Indonesia dan dunia untuk mulai duduk bersama merumuskan sistem sertifikasi halal secara global. Team FAS Jogja Consulting juga bersedia meluangkan waktu untuk diskusikan masalah ini.

Semoga kedepannya, para pelaku UMKM di Indonesia dapat semakin mudah memperoleh sertifikasi halal, bagi mereka yang benar-benar memproduksi produk halal tentunya. Maju terus UMKM Indonesia!

Share This